IPAK 2022 Naik, Bagaimana Perilaku Anti Korupsi Pada Pelayanan Publik? Cek Disini
- Freepik.com
Purwasuka – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) Tahun 2022 sebesar 3,93, angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan capaian pada tahun 2021 yakni sebesar 3,88 pada skala 0 sampai 5.
IPAK didapatkan melalui Survei Perilaku Anti Korupsi (SPAK) yang bertujuan untuk mengukur tingkat perilaku anti korupsi masyarakat. Survei ini hanya mengukur perilaku masyarakat dalam tindakan korupsi kecil (petty corruption) dan tidak mencakup korupsi skala besar (grand corruption).
Data yang dikumpulkan adalah pendapat terhadap kebiasaan di masyarakat dan pengalaman masyarakat berhubungan dengan pelayanan publik dalam hal perilaku penyuapan, gratifikasi, pemerasan, nepotisme dan sembilan nilai anti korupsi lainnya.
Nilai IPAK yang mendekati 5, menunjukan bahwa perilaku budaya anti korupsi di Indonesia semakin membaik. Sebaliknya, nilai IPAK yang mendekati 0, maka menunjukan perilaku masyarakat semakin permisif terhadap korupsi.
IPAK disusun berdasarkan dua dimensi, yaitu Dimensi Persepsi dan Dimensi Pengalaman. Dimensi Persepsi berupa penilaian/pendapat terhadap kebiasaan perilaku anti korupsi di masyarakat. Sementara itu, Dimensi Pengalaman merupakan pengalaman anti korupsi yang terjadi di masyarakat.
Untuk pengalaman masyarakat, pada SPAK ini mencakup data pengalaman masyarakat ketika berurusan dengan pelayanan publik.
Layanan publik tersebut mencakup semua layanan yang mungkin diakses oleh masyarakat, sedangkan pengalaman lainnya meliputi pengalaman masyarakat ketika kampanye pemilu, penerimaan pegawai negeri/swasta, penerimaan masuk sekolah/kampus, serta saat ditilang.
Pada 2022, terdapat 15,46 persen masyarakat yang membayar suap kepada petugas ketika mengakses layanan publik, baik sendiri maupun melalui perantara. Nilai ini menurun dibandingkan tahun 2021 (17,63 persen).
Kondisi yang sama juga terjadi pada kelompok pelaku usaha. Pada tahun 2022, persentase pelaku usaha yang membayar suap kepada petugas ketika mengakses layanan publik adalah 18,32 persen, turun dibandingkan tahun 2021 (19,62 persen).
Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat dan pelaku usaha semakin anti terhadap perilaku korupsi, dalam hal ini adalah penyuapan (bribery). Fenomena ini diduga dipengaruhi oleh peningkatan pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah.
Untuk perilaku koruptif lainnya yang mencakup beberapa pengalaman masyarakat selama 12 bulan terakhir. Pada tahun 2022 ini, dua indikator mengalami penurunan dan tiga indikator lainnya mengalami peningkatan meskipun nilainya kecil, seperti di bawah ini:
- Persentase masyarakat yang pernah ditawari uang/barang/fasilitas untuk memilih kandidat tertentu dalam Pilkades/Pilkada/Pemilu yang terakhir menurun dari 16,70 (2021) menjadi 11,88 (2022).
- Persentase masyarakat yang pernah ditawari oleh seseorang untuk memasukkan anggota keluarga/kerabat agar diterima menjadi pegawai (negeri/swasta/TNI/Polri) dengan keharusan membayar sejumlah uang tertentu meningkat dari 1,43 (2021) menjadi 1,71 (2022).
- Persentase masyarakat yang pernah ditawari bantuan/jaminan diterima oleh saudara/teman agar anggota keluarga/kerabat menjadi pegawai (negeri/swasta/TNI/Polri) sedikit menurun dari 1,32 (2021) menjadi 1,31 (2022).
- Persentase masyarakat yang pernah ditawari bantuan/jaminan diterima oleh saudara/teman agar anggota keluarga/kerabat lolos seleksi penerimaan murid/mahasiswa baru meningkat dari 0,65 (2021) menjadi 0,90 (2022).
- Persentase masyarakat yang pernah ditawari untuk membayar uang damai saat ditilang oleh petugas polisi lalu lintas meningkat dari 3,80 (2021) menjadi 4,27 (2022).