Teks Khutbah Jumat: 3 Akhlak Pemilih yang Baik dalam Islam
- info.metrokota.go.id
Purwasuka – Teks khutbah Jumat kali ini akan bahas akhlak pemilih yang baik dalam islam. Setidaknya ada 3 ahlak yang akan kita bahas.
Pemilihan pemimpin merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai seorang warga negara, yang memiliki hak suara, seyogianya kita memiliki akhlak dalam memilih calon pemimpin, yang kelak akan menahkodai Indonesia dalam pelbagai level; legislatif dan eksekutif.
Teks Khutbah Jumat: 3 Akhlak Pemilih yang Baik dalam Islam
Pada khutbah kali ini, khatib akan menyampaikan materi khutbah berjudul: 3 Akhlak Pemilih yang Baik dalam Islam. Hal ini penting untuk disampaikan agar kita bisa menjadi seorang yang bijak dan tepat dalam memilih pemimpin yang akan menjadi sosok penentu kebijakan.
Dalam hal ini, Islam memberikan rambu-rambu dan etika dalam memilih calon pemimpin. Pasalnya, seorang pemimpin memiliki peran yang sangat besar dalam kehidupan umat dan warga masyarakat. Pemimpin yang baik dan berintegritas akan dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan membawa kemaslahatan bagi umat.
Berdasarkan panduan Al-Qur’an, setidaknya ada 3 akhlak dalam Islam untuk memilih pemimpin. Hal ini dimaksudkan untuk mendidik masyarakat dalam menentukan calon pemimpin ke depan.
Hadirin jamaah Jumat yang mulia Pertama, menjadi pemilih yang cerdas. Pemilih cerdas adalah pemilih yang memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang calon yang akan dipilihnya. Pemilih cerdas tidak akan memilih calon hanya berdasarkan emosi atau ajakan orang lain, terlebih ingin memilih karena materi atau politik uang.
Seorang pemilih yang cerdas akan memilih calon berdasarkan pertimbangan yang rasional dan berdasarkan program kerja serta visi misi calon yang tersedia. Dalam Islam, seorang Muslim seyogianya menjadi seorang yang cerdas dan jujur.
Pemilih yang cerdas akan menyadari betapa pentingnya memilih pemimpin yang terbaik. Pasalnya, bila salah dalam menentukan pilihan, maka pejabat yang terpilih akan mudah korupsi dan menyelewengkan jabatannya.
Dalam Al-Qur'an Q.S al-A'raf [7] ayat 198, Allah berfirman;
Artinya: "Jika kamu menyeru mereka (berhala-berhala) untuk memberi petunjuk, mereka tidak dapat mendengarnya. Kamu mengira mereka memperhatikanmu, padahal mereka tidak melihat."
Menurut ulama tafsir ada tiga kata yang digunakan Al-Quran untuk menunjuk pandangan mata manusia. Pertama, (nazhar), yakni melihat bentuk dan gambaran sesuatu; kedua, (bashar), yakni melihat dengan mengetahui seluk beluk serta perincian yang bersifat indrawi dari apa yang dilihat; dan yang ketiga adalah (ra’â), yakni melihat disertai dengan mengetahui secara mendalam atas hakikat sesuatu.
Ayat di atas, dapat kita simpulkan bahwa Allah SWT menyerukan kepada manusia untuk menjadi orang yang cerdas. Kecerdasan ini dapat diperoleh dengan cara menggunakan akal pikiran dengan sebaik-baiknya, merenungkan ciptaan Allah SWT, dan belajar dari para ahli.
Demikian juga dalam Al-Qur'an Q.S Yusuf ayat 54, Allah berfirman agar manusia menjadi orang yang jujur dan cerdas. Pasalnya, kejujuran dan kecerdasan modal dasar manusia untuk hidup di dunia. Jika dua hal itu dipegang, niscaya manusia kelak akan selamat.
Artinya: "Raja berkata, “Bawalah dia (Yusuf) kepadaku agar aku memilih dia (sebagai orang yang dekat) kepadaku.” Ketika dia (raja) telah berbicara kepadanya, dia (raja) berkata, “Sesungguhnya (mulai) hari ini engkau menjadi seorang yang berkedudukan tinggi di lingkungan kami lagi sangat dipercaya.”
Menurut Profesor Quraish Shihab, ayat ini mendahulukan kata (hafîzh/pemelihara) daripada kataٌ (‘alîm/amat berpengetahuan). Ini karena pemeliharaan amanah lebih penting daripada pengetahuan. Seseorang yang memelihara amanah dan tidak berpengetahuan akan terdorong untuk meraih pengetahuan yang belum dimilikinya.
Sebaliknya, seseorang yang berpengetahuan tetapi tidak memiliki amanah, bisa jadi ia menggunakan pengetahuannya untuk mengkhianati amanah. Hadirin jamaah Jumat yang mulia Kedua, menghargai pilihan orang lain. Dalam kehidupan bermasyarakat, kita akan bertemu dengan berbagai macam orang dengan latar belakang dan pilihan yang berbeda-beda.
Termasuk dalam kategori pemilihan umum, tak tertutup kemungkinan antara istri dan suami berbeda, begitu juga orang tua dan anaknya. Pun, antara tetangga dengan tetangga lainnya.
Hal ini wajar karena setiap orang memiliki hak untuk memilih apa yang mereka yakini dan inginkan.
Perbedaan pilihan itu wajar, terlebih calon yang akan dipilih pun beragam. Sebagai seorang Muslim, kita diajarkan untuk menghargai pilihan orang lain, meskipun berbeda dengan pilihan kita. Allah berfirman dalam Q.S an-Nahl [16] ayat 93;
Artinya: "Seandainya Allah berkehendak, niscaya Dia menjadikanmu satu umat (saja). Akan tetapi, Dia menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki (berdasarkan kesiapannya untuk menerima petunjuk). Kamu pasti akan ditanya tentang apa yang kamu kerjakan."
Perbedaan adalah kehendak Allah, tetapi Allah tidak menghendaki perbedaan itu menjadi sumber perpecahan dan konflik. Allah menghendaki perbedaan itu menjadi sumber kebaikan dan kemajuan bagi umat manusia. Sejatinya, dengan perbedaan, manusia dapat saling belajar dan bertukar pikiran.
Dengan perbedaan, manusia dapat saling melengkapi dan saling menguatkan. Dengan perbedaan, manusia dapat menciptakan hal-hal baru dan bermanfaat bagi umat manusia. Oleh karena itu, kita harus menyikapi perbedaan dengan bijak dan bijaksana. Kita harus saling menghormati dan menghargai perbedaan.
Kita harus saling berlomba-lomba dalam kebajikan, bukan dalam permusuhan. Hadirin jamaah Jumat yang mulia Ketiga, menjadi pemilih yang adil dan bersih. Secara sederhana, pemilih yang adil adalah pemilih yang memberikan suaranya sesuai dengan hati nuraninya, tanpa dipengaruhi oleh faktor-faktor yang tidak relevan.
Seorang pemilih yang adil juga tidak melakukan kecurangan dalam pemilihan umum, baik secara langsung maupun tidak langsung. Lebih lanjut, pemilih yang adil memiliki peran penting dalam mewujudkan pemilihan umum yang jujur dan adil. Dengan memberikan suaranya sesuai dengan hati nuraninya dan tanpa melakukan kecurangan, pemilih yang adil dapat membantu memilih pemimpin yang terbaik untuk bangsa dan negara. Dalam Q.S Al-Maidah [5] ayat 8;
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak (kebenaran) karena Allah (dan) saksi-saksi (yang bertindak) dengan adil. Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlakulah adil karena (adil) itu lebih dekat pada takwa. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan."
Hadirin jamaah Jumat yang mulia
Ulama tafsir mendefinisikan adil dengan penempatan sesuatu pada tempat yang semestinya. Ini mengantar kepada persamaan, walau dalam ukuran kuantitas boleh jadi tidak sama. Di sisi lain, ada juga ulama yang menjelaskan bahwa adil adalah memberikan kepada pemilik hak-haknya melalui jalan yang terdekat.
Terakhir, itulah etika dan rambu-rambu Islam dalam memilih calon pemimpin. Sejatinya, Islam menekankan kita untuk menjadi pemilih yang baik. Pemilih yang baik adalah pemilih yang memiliki kesadaran politik yang tinggi, mampu menggunakan hak pilihnya secara cermat dan bertanggung jawab, serta berpartisipasi aktif dalam proses demokrasi