Sejarah Subang, Ternyata Sudah Dihuni Sejak Zaman Prasejarah
Purwasuka – Subang yang terkenal dengan julukan Kota Nanas adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Barat.
Secara geografis, Kabupaten Subang terletak di bagian utara Provinsi Jawa Barat, yangmana sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta dan Karawang, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Indramayu dan Sumedang, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat dan sebelah utara berbatasan langsung dengan Laut Jawa.
Luas Wilayah Kabupaten Subang adalah 2.051,76 km2 atau sekitar 6,34 persen dari luas Propinsi Jawa Barat yang dihuni oleh 1.594.903 orang berdasarkan data Disdukcapil Kabupaten Subang Tahun 2021.
Meskipun lahir pada tahun 1948, konon kabarnya Kabupaten Subang sudah dihuni oleh manusia sejak zaman prasejarah.
Dengan ditemukannya kapak batu di daerah Dayeuhkolot (Sagalaherang), Kalijati, Pagaden dan Bojongkeding (Binong) menjadi bukti adanya kelompok masyarakat pada zaman prasejarah di wilayah Kabupaten Subang.
Temuan benda-benda zaman prasejarah bercorak neolitikum ini menandakan bahwa saat itu sudah ada kelompok masyarakat yang hidup dari sektor pertanian dengan pola sangat sederhana.
Dalam periode prasejarah ini juga berkembang pola kebudayaan perunggu yang ditandai dengan penemuan situs prasejarah di Kampung Engkel Sagalaherang.
Kabupaten Subang juga disebutkan pernah menjadi bagian dari 3 wilayah kerajaan, yakni Kerajaan Tarumanegara, Galuh dan Pajajaran yang membawa perkembangan corak kebudayaan hindu di wilayah tersebut. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya peninggalan berupa pecahan keramik asal Cina di Patenggang (Kalijati) yangmana menandakan bahwa selama abad ke-7 sampai dengan abad ke-15 sudah ada aktivitas perdagangan dengan wilayah di luar kawasan Nusantara.
Catatan Tome Pires seorang kebangsaan Portugis yang melakukan perjalanan keliling Nusantara menyebutkan bahwa saat menelusuri Pantai Utara Jawa, kawasan sebelah timur Sungai Cimanuk hingga Banten adalah wilayah kerajaan Sunda, yangmana wilayah Subang juga termasuk di dalamnya.
Lalu Subang juga menjadi salah satu daerah kebudayaan Islam. Sekitar tahun 1930, seorang tokoh ulama, Wangsa Goparana yang berasal dari Talaga Majalengka membuka permukiman baru di Sagalaherang dan menyebarkan agama Islam ke berbagai pelosok Subang.
Pada saat era Kolonialisme, kawasan utara Kabupaten Subang dijadikan jalur logistic oleh pasukan Sultan Agung yang akan menyerang Batavia. Saat itulah terjadi percampuran budaya antara Jawa dengan Sunda, dikarenakan banyak pasukan Sultan Agung yang menetap di wilayah Subang.
Pada tahun 1771, yang saat itu berada dibawah kekuasaan Kerajaan Sumedang Larang tercatat sudah dipimpin oleh seorang bupati secara turun temurun tepatnya di Pamanukan, Pagaden dan Ciasem.
Lalu pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles (1811-1816), konsesi penguasaan lahan Subang diberikan kepada pihak swasta dari Eropa.
Setelah itu, pada tahun 1812 tercatat sebagai awal kepemilikan lahan yang kemudian terbentuknya perusahaan P&T Land.
Penguasaan lahan yang luas ini bertahan sekalipun kekuasaan sudah beralih ke tangan pemerintah Kerajaan Belanda. Lahan yang dikuasai penguasa perkebunan saat itu mencapai 212.900 hektar dengan hak eigendom. Untuk melaksanakan pemerintahan di daerah ini, pemerintah Belanda membentuk distrik-distrik yang membawahi onderdistrik. Saat itu, wilayah Subang berada di bawah pimpinan seorang kontrilor BB (bienenlandsch bestuur) yang berkedudukan di Subang.
Tahun 1946, Karesidenan Jakarta berkedudukan di Subang, pemilihan wilayah ini tentunya didasarkan atas pertimbangan strategi perjuangan saat itu. Residen pertama adalah Sewaka yang kemudian menjadi Gubernur Jawa Barat lalu diganti oleh Kusnaeni. Bulan Desember 1946 diangkat Kosasih Purwanegara, tanpa pencabutan Kusnaeni dari jabatannya. Tak lama kemudian diangkat pula Mukmin sebagai wakil residen.
Pada masa gerilya selama Agresi Militer Belanda I, residen tak pernah jauh meninggalkan Subang, sesuai dengan garis komando pusat. Bersama para pejuang, saat itu residen bermukim di daerah Songgom, Surian, dan Cimenteng.
Tanggal 26 Oktober 1947 Residen Kosasih Purwanagara meninggalkan Subang dan pejabat Residen Mukmin yang meninggalkan Purwakarta tanggal 6 Februari 1948 tidak pernah mengirim berita ke wilayah perjuangannya.
Hal ini mendorong diadakannya rapat pada tanggal 5 April 1948 di Cimanggu, Desa Cimenteng. Di bawah pimpinan Karlan, rapat memutuskan:
- Wakil Residen Mukmin ditunjuk menjadi Residen yang berkedudukan di daerah gerilya Purwakarta.
- Wilayah Karawang Timur menjadi Kabupaten Karawang Timur dengan bupati pertamanya Danta Gandawikarma
- Wilayah Karawang Barat menjadi Kabupaten Karawang Barat dengan bupati pertamanya Syafei.
Wilayah Kabupaten Karawang Timur adalah wilayah Kabupaten Subang dan Kabupaten Purwakarta sekarang. Saat itu, kedua wilayah tersebut bernama Kabupaten Purwakarta dengan ibukotanya Subang. Penetapan nama Kabupaten Karawang Timur pada tanggal 5 April 1948 dijadikan momentum untuk kelahiran Kabupaten Subang yang kemudian ditetapkan melalui Keputusan DPRD Nomor: 01/SK/DPRD/1977.