Dulunya Ritual Meminta Hujan, Sekarang Kesenian Khas Purwakarta Ini Jadi Warisan Budaya Tak Benda

Domyak, Kesenian Khas Purwakarta
Sumber :
  • Kemendikbud.go.id

Purwasuka – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Republik Indonesia, telah menetapkan kesenian domyak dan sate maranggi sebagai warisan budaya tak benda Indonesia.

Tak Hanya Sate Maranggi Yang Jadi Warisan Budaya Tak Benda dari Purwakarta, Apa Saja Itu?

Kabid Kebudayaan Dinas Kepemudaan, Olahraga, Pariwisata dan Kebudayaan Purwakarta, Wawan Supriatna menyampaikan dari tujuh karya budaya asli Purwakarta yang ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda, dua di antaranya sebagai warisan budaya tak benda Indonesia, yakni kesenian Domyak dan makanan khas Purwakarta yakni sate maranggi.

Sedangkan lima karya budaya dari Purwakarta lainnya seperti kue simping Kaum, seni ibing pencak paleredan, gula Cikeris, seni Carulung dan peuyeum bendul jadi warisan budaya tak benda Jawa Barat.

Tak Hanya Air Mancur, Bupati Anne Juga Siapkan Pusat Oleh-oleh Khas Purwakarta Buat Wisatawan

"Jadi ada dua yang ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda Indonesia dan lima warisan budaya tak benda Jawa Barat," kata Wawan.

Kesenian Domyak Khas Purwakarta

Kesenian Domyak berasal dari Desa Pasirangin, Kecamatan Darangdan, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat.

Siap-siap! Sukasari Akan Diproyeksikan Jadi Destinasi Wisata Kuliner Baru di Purwakarta

Dikutip dari warisanbudaya.kemendikbud.go.id, Domyak merupakan sebuah kesenian tradisional yang awalnya bernama angklung buncis yang terlahir pada tahun 1920-an yang dirintis oleh Mama Nuriya.

Seni Buncis yang pada waktu itu hanya menggunakan satu waditra saja, yaitu angklung buncis.

Seni Buncis kemudian dikolaborasikan dengan ritual ngamandian ucing, sebuah upacara yang bertujuan memohon atau meminta hujan turun.

Arak-arakan menjadi bagian dari sesi ritual tersebut. Beberapa waditra yang dimainkan kemudian ditambahkan di antaranya angklung (15 buah), gong (1 set), bedug (1 set), kendang (2 set), ketuk, dog-dog (2 set), tarompet, dan kecrek (1 set).

Jumlah pemain buncis untuk kegiatan ritual tersebut kemudian bertambah banyak, yaitu sekitar 37 orang.

Penambahan waditra dalam arak-arakan tersebut kemudian menimbulkan istilah baru. Masyarakat Darangdan biasa menyebut arak-arakan tersebut dengan nama Dur Ong.

Istilah tersebut kemudian berubah menjadi domyak. Kata Domyak merupakan sebuah singkatan, yaitu nakol dog-dog bari ngarampayak.

Struktur penyajian Domyak terbagi dalam empat bagian, yaitu: persiapan, gending tatalu, ngadoa, dan atraksi seni. Pada sesi atraksi seni, domyak menampilkan beberapa atraksi seperti bebelokan, momonyetan, kukudaan, seseroan, cangreud, dan sebagainya.

Kesenian Domyak tidak hanya terpaku pada kegiatan ritual meminta hujan. Domyak saat ini menjadi sebuah seni hiburan yang dapat diminta untuk pentas dalam berbagai kegiatan, seperti acara khitanan, perkawinan, maupun hari-hari besar.

Selain itu, ada juga beberapa bobodoran dan atraksi memamerkan kekebalan tubuh layaknya seni debus. Kolaborasi seni tersebut tidak lain bertujuan untuk lebih menarik minat masyarakat untuk menonton seni domyak.

Meskipun ada pembaharuan, kesenian domyak yang khusus diperuntukan dalam sesi ritual masih tetap dilestarikan.(red)