Teks Khutbah Jumat: Etika Bertetangga

Ilustrasi Khutbah Jumat
Sumber :
  • info.metrokota.go.id

Purwasuka – Teks khutbah jumat kali ini akan membahas mengenai etika bertetangga. Sebagaimana mahluk sosial, sudah hal sewajarnya bagi kita bertetangga.

Meski begitu, dalam islam juga ada hal atau sebuah etika bertetangga yang pelru kalian ketahui agar tidak sembarangan.

Teks Khutbah Jumat: Etika Bertetangga

Jamaah Jumat rahimakumullah

Marilah kita semua senantiasa berikhtiar sekuat tenaga untuk menjadi hamba Allah swt yang bertakwa. Takwa kita sudah seharusnya terus meningkat, bersamaan dengan nikmat agung yang Allah swt berikan kepada kita semua. 

Nikmat-Nya yang tidak pernah berhenti, tidak pernah putus diberikan kepada kita selama di dunia ini bahkan pada kehidupan selanjutnya, seperti nikmat sehat, nikmat sempat, nikmat hidup yang cukup, nikmat kecerdasan akal yang membedakan kita dengan makhluk lainnya, dan berbagai nikmat yang lain. 

Oleh karena itu, Alfaqir mengajak kepada jamaah Jumat dan tentu saja kepada diri saya pribadi untuk selalu mempertebal tingkat ketakwaan kita kepada Allah swt. Takwa bermakna melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya.

Jamaah Jumat rahimakumullah

Harus disadari bahwa kita adalah makhluk yang memang tidak bisa terpisahkan dengan yang lainnya. Jangankan dengan manusia, kepada selain manusia pun sebagian hidup kita kadang masih bergantung dengan keberadaannya. Oleh karena itu, kita hendaknya selalu berdampingan dan berbuat baik serta menebar kasih sayang dengan sesama. Allah swt menciptakan aneka perbedaan di antara manusia di muka bumi ini tak lain agar manusia dapat saling mengenal dan bergaul dengan baik.

Jamaah Jumat rahimakumullah

Selain sanak saudara, tetangga adalah bagian penting dalam kehidupan kita sehari-hari. Tetangga adalah orang-orang dekat kita yang setiap saat kita membutuhkan bantuan, mereka kerap hadir dan kadang menjadi yang utama. Islam sendiri mengajarkan kepada umatnya untuk selalu berbuat baik kepada sesama, lebih-lebih kepada tetangga. Demikian ini sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah bersabda dalam hadits yang diriwayatkan Bukhari-Muslim. 

Artinya, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka hendaklah ia memuliakan tetangganya” (HR: Bukhari-Muslim).

Dalam keterangan Ibnu Hajar al-‘Asqalani di Kitab Fathul Bari menjelaskan bahwa makna “al-jar/tetangga” sangat luas dan umum. Tetangga tidak hanya terbatas oleh garis agama tertentu. Tidak juga sebatas teman dan karena rumahnya paling dekat. Beliau mengatakan: 

Artinya, “Istilah tetangga mencakup Muslim, kafir, budak, fasiq, teman, musuh, pendatang, pribumi, orang yang bermanfaat, orang yang memberi mudarat, karib kerabat, orang lain, orang yang rumah paling dekat ataupun jauh”

Jamaah Jumat rahimakumullah

Rasulullah menegaskan keimanan seseorang menjadi tidak sempurna, apabila dia tidak mampu menahan keburukannya, sehingga tetangganya merasa terganggu dan tidak aman. Sebagai seorang Muslim, kita harus berusaha untuk tidak berlaku buruk ataupun perbuatan apapun yang membuat tetangga tidak nyaman dan kurang aman.

Artinya, “Demi Allah, tidak beriman. Demi Allah, tidak beriman. Demi Allah, tidak beriman. “Sahabat bertanya, “Siapa wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Yang tetangganya tidak aman dari keburukannya” (HR. Bukhari).

Jamaah Jumat rahimakumullah

Lalu bagaimana etika kita dalam bertetangga? Imam Al-Ghazali dalam risalahnya berjudul al-Adab fid Dîn dalam Majmû'ah Rasâil al-Imam Al-Ghazâli menjalankan secara rinci. Beliau menyampaikan:

Artinya, "Adab bertetangga, yakni mendahului berucap salam, tidak lama-lama berbicara, tidak banyak bertanya, menjenguk yang sakit, berbelasungkawa kepada yang tertimpa musibah, ikut bergembira atas kegembiraannya, berbicara dengan lembut kepada anak tetangga dan pembantunya, memaafkan kesalahan ucap, menegur secara halus ketika berbuat kesalahan, menundukkan mata dari memandang istrinya, memberikan pertolongan ketika diperlukan, tidak terus-menerus memandang pembantu perempuannya.”

Dari pernyataan Imam Al-Ghazali tersebut, dapat kita urai bahwa adab bertetangga setidaknya ada 12.

Pertama, mendahului menyampaikan salam. Orang-orang yang bertetangga dianjurkan saling menyapa ketika bertemu dengan mengucapkan salam. Tentu saja pihak yang mendahului mengucapkan salam secara akhlak lebih baik dan karenanya mendapatkan kebaikan yang lebih banyak. 

Kedua, tidak lama-lama berbicara. Hidup bertetangga tidak bisa lepas dari berbicara satu sama lain. Namun pembicaraan itu sebaiknya tidak kelewat lama. Hal ini demi kebaikan seperti menghindari ghibah atau menggunjing pihak lain yang bisa menimbulkan fitnah dan sebagainya. 

Ketiga, tidak banyak bertanya. Mengajukan pertanyaan seperti, “Mau ke mana?” merupakan salah satu cara menyapa yang sudah umum. Jika pertanyaan tersebut dijawab, ” Mau ke pasar”, maka tidak harus diajukan lagi pertanyaan yang lebih detail seperti, “Mau beli apa?” sebab hal ini bisa berarti terlalu ingin mengetahui urusan orang lain. Cukuplah diikuti dengan ungkapan, ”Silakan” atau dalam bahasa Jawa, “Monggo, nderekaken.” 

Keempat, menjenguk yang sakit. Ketika tetangga ada yang sakit, ia berhak dikunjungi. Artinya, tetangga yang tidak sakit berkewajiban mengunjunginya tanpa memandang status sosial pihak yang sakit. Bertetangga pada dasarnya adalah berteman sehingga kesetaraan di antara mereka harus dijaga dengan baik.  

Kelima, berbela sungkawa kepada yang tertimpa musibah. Seorang tetangga juga berhak dikunjungi ketika sedang tertimpa musibah terutama kematian anggota keluarganya. Hal yang sebaiknya dilakukan dalam kunjungan takziah adalah ikut berbela sungkawa dengan menunjukkan rasa duka dan mendoakan kebaikan terutama bagi si mayit dan keluarga yang ditinggalkan. 

Keenam, ikut bergembira atas kegembiraannya. Tidak sebaiknya seseorang merasa tidak senang atas keberhasilan tetangganya disebabkan iri. Hal yang justru dianjurkan adalah saling mengucapkan selamat atas keberhasilan sesama tangga. Dengan cara ini perasaan iri atas keberhasilan tetangga bisa dihindarkan dan pertemanan sesama tetangga dapat terjaga. 

Ketujuh, berbicara dengan lembut kepada anak tetangga dan pembantunya. Anak-anak tetangga dan pembantunya merupakan kelompok orang-orang lemah secara sosial sehingga harus dibesarkan hatinya. Salah satu caranya adalah dengan menghindari cara bicara yang bisa membuat mereka merasa takut.

Kedelapan, memaafkan kesalahan ucap. Memberikan maaf kepada tetangga yang terselip lidah sangat dianjurkan sebab bisa jadi suatu ketika seseorang juga berbuat hal yang sama. Dengan kata lain saling memaafkan di antara orang-orang yang bertetangga sangat dianjurkan.   

Kesembilan, menegur secara halus ketika berbuat kesalahan. Menegur tetangga yang berbuat salah adalah baik terutama jika kesalahan itu menyangkut kepentingan orang banyak. Namun demikian teguran itu harus dilakukan dengan cara yang baik sehingga diterima dengan baik.

Kesepuluh, menundukkan mata dari memandang istrinya. Memandang istri orang lain, terutama tetangga, harus dengan pandangan yang minimalis, yakni misalnya dengan menundukkan kepala. Hal ini untuk menghindari fitnah, atau timbulnya godaan-godaan yang bersumber dari setan. 

Kesebelas, memberikan pertolongan ketika diperlukan. Jika terjadi apa-apa pada seseorang seperti sakit, tertimpa musibah, dan sebagainya, tetanggalah yang lebih dulu mengetahui. Oleh karena itu, menjadi penting memberikan pertolongan segera atas kesulitan yang dialami tetangga.

Kedua belas, tidak terus menerus memandang pembantu perempuannya. Banyak hal negatif bermula dari pandangan mata. Maka penting untuk meminimalisir pandangan terhadap pembantu perempuan. Posisinya yang lemah rentan terhadap kekerasan oleh orang-orang di sekitarnya.

Demikian khutbah ini. Semoga kita semua menjadi hamba yang senantiasa menjaga hubungan baik antarsesama dan selalu mengasihi kepada tetangga kita. Begitu juga sebaliknya. Amin ya rabbal alamin

Purwasuka – Teks khutbah jumat kali ini akan membahas mengenai etika bertetangga. Sebagaimana mahluk sosial, sudah hal sewajarnya bagi kita bertetangga.

Meski begitu, dalam islam juga ada hal atau sebuah etika bertetangga yang pelru kalian ketahui agar tidak sembarangan.

Teks Khutbah Jumat: Etika Bertetangga

Jamaah Jumat rahimakumullah

Marilah kita semua senantiasa berikhtiar sekuat tenaga untuk menjadi hamba Allah swt yang bertakwa. Takwa kita sudah seharusnya terus meningkat, bersamaan dengan nikmat agung yang Allah swt berikan kepada kita semua. 

Nikmat-Nya yang tidak pernah berhenti, tidak pernah putus diberikan kepada kita selama di dunia ini bahkan pada kehidupan selanjutnya, seperti nikmat sehat, nikmat sempat, nikmat hidup yang cukup, nikmat kecerdasan akal yang membedakan kita dengan makhluk lainnya, dan berbagai nikmat yang lain. 

Oleh karena itu, Alfaqir mengajak kepada jamaah Jumat dan tentu saja kepada diri saya pribadi untuk selalu mempertebal tingkat ketakwaan kita kepada Allah swt. Takwa bermakna melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya.

Jamaah Jumat rahimakumullah

Harus disadari bahwa kita adalah makhluk yang memang tidak bisa terpisahkan dengan yang lainnya. Jangankan dengan manusia, kepada selain manusia pun sebagian hidup kita kadang masih bergantung dengan keberadaannya. Oleh karena itu, kita hendaknya selalu berdampingan dan berbuat baik serta menebar kasih sayang dengan sesama. Allah swt menciptakan aneka perbedaan di antara manusia di muka bumi ini tak lain agar manusia dapat saling mengenal dan bergaul dengan baik.

Jamaah Jumat rahimakumullah

Selain sanak saudara, tetangga adalah bagian penting dalam kehidupan kita sehari-hari. Tetangga adalah orang-orang dekat kita yang setiap saat kita membutuhkan bantuan, mereka kerap hadir dan kadang menjadi yang utama. Islam sendiri mengajarkan kepada umatnya untuk selalu berbuat baik kepada sesama, lebih-lebih kepada tetangga. Demikian ini sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah bersabda dalam hadits yang diriwayatkan Bukhari-Muslim. 

Artinya, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka hendaklah ia memuliakan tetangganya” (HR: Bukhari-Muslim).

Dalam keterangan Ibnu Hajar al-‘Asqalani di Kitab Fathul Bari menjelaskan bahwa makna “al-jar/tetangga” sangat luas dan umum. Tetangga tidak hanya terbatas oleh garis agama tertentu. Tidak juga sebatas teman dan karena rumahnya paling dekat. Beliau mengatakan: 

Artinya, “Istilah tetangga mencakup Muslim, kafir, budak, fasiq, teman, musuh, pendatang, pribumi, orang yang bermanfaat, orang yang memberi mudarat, karib kerabat, orang lain, orang yang rumah paling dekat ataupun jauh”

Jamaah Jumat rahimakumullah

Rasulullah menegaskan keimanan seseorang menjadi tidak sempurna, apabila dia tidak mampu menahan keburukannya, sehingga tetangganya merasa terganggu dan tidak aman. Sebagai seorang Muslim, kita harus berusaha untuk tidak berlaku buruk ataupun perbuatan apapun yang membuat tetangga tidak nyaman dan kurang aman.

Artinya, “Demi Allah, tidak beriman. Demi Allah, tidak beriman. Demi Allah, tidak beriman. “Sahabat bertanya, “Siapa wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Yang tetangganya tidak aman dari keburukannya” (HR. Bukhari).

Jamaah Jumat rahimakumullah

Lalu bagaimana etika kita dalam bertetangga? Imam Al-Ghazali dalam risalahnya berjudul al-Adab fid Dîn dalam Majmû'ah Rasâil al-Imam Al-Ghazâli menjalankan secara rinci. Beliau menyampaikan:

Artinya, "Adab bertetangga, yakni mendahului berucap salam, tidak lama-lama berbicara, tidak banyak bertanya, menjenguk yang sakit, berbelasungkawa kepada yang tertimpa musibah, ikut bergembira atas kegembiraannya, berbicara dengan lembut kepada anak tetangga dan pembantunya, memaafkan kesalahan ucap, menegur secara halus ketika berbuat kesalahan, menundukkan mata dari memandang istrinya, memberikan pertolongan ketika diperlukan, tidak terus-menerus memandang pembantu perempuannya.”

Dari pernyataan Imam Al-Ghazali tersebut, dapat kita urai bahwa adab bertetangga setidaknya ada 12.

Pertama, mendahului menyampaikan salam. Orang-orang yang bertetangga dianjurkan saling menyapa ketika bertemu dengan mengucapkan salam. Tentu saja pihak yang mendahului mengucapkan salam secara akhlak lebih baik dan karenanya mendapatkan kebaikan yang lebih banyak. 

Kedua, tidak lama-lama berbicara. Hidup bertetangga tidak bisa lepas dari berbicara satu sama lain. Namun pembicaraan itu sebaiknya tidak kelewat lama. Hal ini demi kebaikan seperti menghindari ghibah atau menggunjing pihak lain yang bisa menimbulkan fitnah dan sebagainya. 

Ketiga, tidak banyak bertanya. Mengajukan pertanyaan seperti, “Mau ke mana?” merupakan salah satu cara menyapa yang sudah umum. Jika pertanyaan tersebut dijawab, ” Mau ke pasar”, maka tidak harus diajukan lagi pertanyaan yang lebih detail seperti, “Mau beli apa?” sebab hal ini bisa berarti terlalu ingin mengetahui urusan orang lain. Cukuplah diikuti dengan ungkapan, ”Silakan” atau dalam bahasa Jawa, “Monggo, nderekaken.” 

Keempat, menjenguk yang sakit. Ketika tetangga ada yang sakit, ia berhak dikunjungi. Artinya, tetangga yang tidak sakit berkewajiban mengunjunginya tanpa memandang status sosial pihak yang sakit. Bertetangga pada dasarnya adalah berteman sehingga kesetaraan di antara mereka harus dijaga dengan baik.  

Kelima, berbela sungkawa kepada yang tertimpa musibah. Seorang tetangga juga berhak dikunjungi ketika sedang tertimpa musibah terutama kematian anggota keluarganya. Hal yang sebaiknya dilakukan dalam kunjungan takziah adalah ikut berbela sungkawa dengan menunjukkan rasa duka dan mendoakan kebaikan terutama bagi si mayit dan keluarga yang ditinggalkan. 

Keenam, ikut bergembira atas kegembiraannya. Tidak sebaiknya seseorang merasa tidak senang atas keberhasilan tetangganya disebabkan iri. Hal yang justru dianjurkan adalah saling mengucapkan selamat atas keberhasilan sesama tangga. Dengan cara ini perasaan iri atas keberhasilan tetangga bisa dihindarkan dan pertemanan sesama tetangga dapat terjaga. 

Ketujuh, berbicara dengan lembut kepada anak tetangga dan pembantunya. Anak-anak tetangga dan pembantunya merupakan kelompok orang-orang lemah secara sosial sehingga harus dibesarkan hatinya. Salah satu caranya adalah dengan menghindari cara bicara yang bisa membuat mereka merasa takut.

Kedelapan, memaafkan kesalahan ucap. Memberikan maaf kepada tetangga yang terselip lidah sangat dianjurkan sebab bisa jadi suatu ketika seseorang juga berbuat hal yang sama. Dengan kata lain saling memaafkan di antara orang-orang yang bertetangga sangat dianjurkan.   

Kesembilan, menegur secara halus ketika berbuat kesalahan. Menegur tetangga yang berbuat salah adalah baik terutama jika kesalahan itu menyangkut kepentingan orang banyak. Namun demikian teguran itu harus dilakukan dengan cara yang baik sehingga diterima dengan baik.

Kesepuluh, menundukkan mata dari memandang istrinya. Memandang istri orang lain, terutama tetangga, harus dengan pandangan yang minimalis, yakni misalnya dengan menundukkan kepala. Hal ini untuk menghindari fitnah, atau timbulnya godaan-godaan yang bersumber dari setan. 

Kesebelas, memberikan pertolongan ketika diperlukan. Jika terjadi apa-apa pada seseorang seperti sakit, tertimpa musibah, dan sebagainya, tetanggalah yang lebih dulu mengetahui. Oleh karena itu, menjadi penting memberikan pertolongan segera atas kesulitan yang dialami tetangga.

Kedua belas, tidak terus menerus memandang pembantu perempuannya. Banyak hal negatif bermula dari pandangan mata. Maka penting untuk meminimalisir pandangan terhadap pembantu perempuan. Posisinya yang lemah rentan terhadap kekerasan oleh orang-orang di sekitarnya.

Demikian khutbah ini. Semoga kita semua menjadi hamba yang senantiasa menjaga hubungan baik antarsesama dan selalu mengasihi kepada tetangga kita. Begitu juga sebaliknya. Amin ya rabbal alamin