Teks Khutbah Jumat: Etika Menyampaikan Pendapat dan Debat

Ilustrasi Khutbah Jumat
Sumber :
  • info.metrokota.go.id

Artinya: “Dan seandainya Tuhanmu menghendaki tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berbeda-beda.” 

Fakruddin al-Razi dalam Mafatihul Ghaib menafsirkan bahwa berbeda-beda pada ayat tersebut mencakup banyak hal, seperti agama, suku, warna kulit, bahasa, dan prilaku. Prilaku di sini dapat berupa perbuatan maupun perkataan atau pendapat. 

Maka wajar kiranya bila seringkali kita menemukan perbedaan pandangan di sekitar kita, baik di keluarga, teman, kolega, bahkan di media sosial. Itu semua merupakan keniscayaan yang mesti disikapi dengan bijak. 

Sunnatullah ini memang tidak bisa dihindari oleh siapa pun, sehingga tidak perlu lagi merasa paling benar di tengah-tengah perbedaan pendapat yang ada. Oleh karenanya, yang lebih penting dari itu adalah bagaimana cara menyampaikan sebuah pandangan yang berbeda dengan orang lain. Pada tahap inilah Islam memainkan perannya. 

Seperti tutur kata yang baik, diksi yang sopan, intonasi yang lembut, serta gestur tubuhnya. Semua ini merupakan cara yang diajarkan Islam dalam menyampaikan pendapat. Selain itu, Islam juga memperhatikan posisi dan status subyeknya sebagaimana disebutkan sebelumnya, serta kondisi yang sedang terjadi. 

Hal ini demi menyesuaikan dengan keadaan yang dihadapi agar antara hulu dan hilirnya berirama dengan tepat. Begitu juga efek dari perbedaan tersebut tidak menimbulkan dampak negatif yang justru dapat menciderai stabilitas sosial. 

Hadirin jamaah shalat Jumat hafidzakumullah, Dengan demikian, meskipun seandainya terjadi perbedaan pandangan yang cukup sengit, yang disebut dengan debat, baik formal maupun informal, maka adab dan tata krama seperti yang telah disebutkan akan tetap terjaga dan harus dikedepankan. Terlebih bila melihat ayat pada Surat al-Nahl: 125 yang berbunyi: