Hukum Merayakan Tahun Baru Masehi Versi NU dan Muhammadiyah
VIVAPurwasuka – Tinggal menghitung jari, seluruh masyarakat dunia akan digembirakan dengan momen pergantian tahun baru Masehi 2024/2025.
Namun, di beberapa negara mayoritas Islam, tanpa terkecuali di Indonesia, hukum merayakan tahun baru Masehi selalu menjadi perdebatan yang hangat.
Lantas, bagaimana hukum merayakan tahun baru Masehi dalam Islam?
Ini jawaban versi Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah:
Dilansir laman NUOnline, Selasa, 31 Desember 2024, hukum merayakan tahun baru Masehi merupakan sebuah hal yang mubah (boleh dilakukan).
Kebolehan tersebut mengacu pada fatwa ulama Syafi'iyah Syekh Ibn Hajar Al-Haitami (wafat 974 H), dalam kitabnya menjelaskan:
قَالَ الْقَمُولِيُّ لَمْ أَرَ لِأَحَدٍ مِنْ أَصْحَابِنَا كَلَامًا فِي التَّهْنِئَةِ بِالْعِيدِ وَالْأَعْوَامِ وَالْأَشْهُرِ كَمَا يَفْعَلُهُ النَّاسُ لَكِنْ نَقَلَ الْحَافِظُ الْمُنْذِرِيُّ عَنْ الْحَافِظِ الْمَقْدِسِيَّ أَنَّهُ أَجَابَ عَنْ ذَلِكَ بِأَنَّ النَّاسَ لَمْ يَزَالُوا مُخْتَلِفِينَ فِيهِ وَاَلَّذِي أَرَاهُ مُبَاحٌ لَا سُنَّةَ فِيهِ وَلَا بِدْعَةَ
Kesempulannya, merayakan tahun baru Masehi dengan berbagai bentuknya, termasuk mengucapkan selamat tahun baru diperbolehkan.
Meski begitu, hukum mubah tersebut berlaku ketika perayaan tahun baru tidak diaplikasikan dengan cara-cara yang melanggar aturan syariat Islam.
Senada dengan NU, dalam perspektif Muhammadiyah merayakan tahun baru Masehi hukumnya diperbolehkan.
Dilansir laman Muhammadiyah.or.id, Selasa 31 Desember 2024, Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir menyebut baik tahun baru Masehi (Miladiyah) maupun Tahun Baru Hijriyah (Tahun baru Islam), dua-duanya sama-sama baik.
“Dua-duanya baik tidak ada yang buruk, bahkan dalam kehidupan sehari-hari termasuk di negara Timur Tengah, Arab Saudi, dua kalender selalu dipakai yang sehari-hari termasuk untuk transaksi itu menggunakan tahun Miladiyah tetapi untuk penentuan hari raya Idulfitri dan Iduladha itu menggunakan tahun Hijriyah, jadi tidak perlu mempertentangkan dua waktu ini,” ungkap Haedar.
Lanjut Haedar, ketika momen malam tahun baru Masehi tersebut diisi dengan momentum kegembiraan, maka hal itu diperbolehkan.
“Supaya kita tidak berlebihan dan punya arti syiar boleh, gembira boleh. Masak sih manusia tidak boleh gembira? boleh, kalau yang tidak boleh gembira itu hanya patung dan polisi tidur. Manusia berhak untuk gembira, bahagia, ada suasana lahir dalam hidup itu. Misal, bertemu teman gitu kan senang,” kata Haedar.
Meski begitu, Haedar menyebut merayakan tahun baru Masehi tidak seharusnya dirayakan secara berlebihan, seperti menghabiskan uang gajian untuk membeli kembang api sebanyak-banyaknya, atau hal-hal berlebihan lainnya.
“Tetapi bagi kita kaum muslim ada batas-batas dan ada makna-makna yang harus kita pedomani dan kita maknai dalam melepas tahun lama dan lahirnya tahun baru,” ungkapnya.*