Mengurai Ketimpangan Ekonomi di Kabupaten Purwakarta, Tantangan bagi Pj Bupati?

Ilustrasi Ketimpangan Ekonomi
Sumber :

Langkah Solutif-Fundamenal : Mempresisikan Data

Langkah solutif-fundamental yang sejatinya perlu dilakukan segera (immediate) adalah mempresisikan data publik yang menjadi dasar pengambilan kebijakan pembangunan. Data semu (pseudo data) apalagi data palsu yang diproduksi dan terus direproduksi menghasilkan aksi sekaligus implikasi pembangunan yang juga semu (pseudo-development) (Sjaf, 2020). Bukti nyata terkait persoalan tersebut seringkali kita lihat—bahkan—secara kasat mata. Sebut saja, hadir dalam fenomena bantuan sosial (bansos) salah sasaran yang terjadi dimana-mana. Atau, kasus data ganda atau malah fiktif sama sekali yang muncul dalam beragam urusan publik. Konsekuensinya, seperti kita ketahui bersama, tentu saja tak sembarang. Bukan hanya soal kerugian negara akibat kebocoran anggaran. Tetapi, lebih dari itu, hal paling substantif adalah kegagalan aksi pembangunan untuk mensejahterakan rakyat. 

Indikasi lambannya penurunan kemiskinan Purwakarta selama 6 tahun terakhir (0,28%) dan meningkatnya ketimpangan ekonomi perlu direspon serius dan mendalam (depth) oleh Pemkab Purwakarta. Data-data yang tersedia perlu disikapi secara kritis dan dibuktikan di lapangan (field). Sebab, sangat terbuka kemungkinan, kondisi nyata (real) kesejahteraan rakyat Purwakarta  lebih parah dari data-data yang dipublikasikan. 

Hasil penelitian IPB University melalui inovasi Data Desa Presisi (DDP) menunjukkan perbedaan yang signifikan antara indikator kesejahteraan rakyat yang dipublikasi BPS dengan hasil pengukuran DDP. Pada baseline tahun 2022, ketimpangan pendapatan nasional melalui proxy rasio gini yang dipublikasikan BPS adalah 0,38 (ketimpangan moderat). Sementara, dari hasil pendataan Data Desa Presisi, angka rasio gini nasional yang terukur adalah 0,59 (ketimpangan tinggi) (Sjaf, 2023). Perbedaan signifikan tersebut dipengaruhi oleh metode yang digunakan dalam praktek pendataan. Metode yang digunakan dalam pendataan Data Desa Presisi (DDP) bersifat campuran (mix-method) yang menggabungkan tiga aksi secara bersamaan, yaitu (1) sensus penduduk berbasis KK di wilayah yang didata (bukan survey dengan sampling penduduk sejumlah tertentu : Pen), (2) pemetaan kewilayahan (spasial) untuk menjelaskan keberadaan penduduk dalam posisi/letak koordinat, dan (3) pelibatan aktif warga dalam proses pendataan. Hasil pendataan yang bersifat menyeluruh (holistik) terbukti menghasilkan keluaran (output) indikator kesejahteraan rakyat yang berbeda.  

Inspirasi Dari PJ Gubernur Sulawesi Barat : Data Presisi Untuk Pengentasan Kemiskinan Ekstrem dan Stunting

Dari ulasan yang telah disampaikan, maka persoalan krusial selanjutnya adalah tinggal  kehendak (will) PJ Bupati Purwakarta untuk mempresisikan data melalui keputusan politik eksekutif (executive decision). Masa kewenangan yang singkat  bukan penghalang (obstacle) yang berarti untuk ikhtiar pembangunan data. Sebab, secara operasional, Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) yang menjadi dasar program dan kegiatan Pemerintah Kabupaten memang di-desain untuk satu tahun anggaran. 

Pengalaman mantan PJ Gubernur Sulawesi Barat yang sekaligus Dirjen Bina Otonomi Daerah, Dr. Akmal Malik layak ditempatkan sebagai praktek baik (good practice) komitmentasi pembangunan data presisi di level daerah. Inspiratif. Sepanjang masa jabatannya yang singkat sebagai PJ Gubernur, ia fokus membenahi data publik dengan inovasi Data Desa Presisi. Fokusnya adalah basis data kemiskinan ekstrem dan stunting. Perlu diketahui, Provinsi Sulawesi Barat merupakan satu dari dua belas locus penuntasan stunting prioritas di Indonesia.