Flu Burung Berpotensi Menyebar Ke Manusia, Pemerintah Minta Seluruh Dinas Kesehatan Lakukan Ini
Purwasuka – Pemerintah meminta Dinas Kesehatan provinsi, kabupaten/Kota dan kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) di seluruh Indonesia untuk melakukan koordinasi dan kerjasama dengan instansi yang membidangi fungsi kesehatan hewan serta sektor terkait lainnya dalam upaya pencegahan dan pengendalian flu burung pada manusia.
Hal ini sebagai bentuk kewaspadaan mengingat mutasi virus flu burung yang cepat dan konsisten pada mamalia, sehingga virus memiliki kecenderungan zoonosis dan berpotensi menyebar ke manusia.
“Saat ini memang belum ada laporan penularan ke manusia, tapi kita tetap harus waspada,” ujar Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, dr. Maxi Rein Rondonuwu di Jakarta.
Meski resiko infeksi pada manusia masih rendah, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengeluarkan aturan untuk mewaspadai virus flu burung ini.
Aturan ini tertuang dalam Surat Edaran Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Nomor PV.03.01/C/824/2023 tentang Kewaspadaan Kejadian Luar Biasa Flu Burung (H5N1) Clade Baru 2.3.4.4b yang ditetapkan pada 24 Februari 2023.
Melalui Surat Edaran itu juga, pemerintah meminta Dinas Kesehatan provinsi, kabupaten/kota untuk menyiapkan fasilitas kesehatan guna penatalaksanaan kasus suspek flu burung sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan. Serta meningkatkan kapasitas labkesmas untuk pemeriksaan sampel dari kasus dengan gejala suspek flu burung.
Selain itu, Dinas Kesehatan provinsi, kabupaten/kota diminta juga untuk mengintensifkan kegiatan surveilans dan Tim gerak Cepat (TGC) terutama dalam mendeteksi sinyal epidemiologi di lapangan.
Bagi daerah yang menjadi sentinel surveilans Influenza Like Illness (ILI) dan Severe Acute Respiratory Infection (SARI), Dinas Kesehatan provinsi, kabupaten/kota diminta agar meningkatkan kewaspadaan dini untuk penemuan kasus suspek Flu Burung di daerah yang terjadi KLB Avian Influenza pada unggas.
Setiap ditemukan adanya kasus suspek flu burung, maka Puskesmas segera melapor dalam waktu kurang dari 24 jam ke Dinas Kesehatan kabupaten/kota melalui sistem Surveilans Berbasis Kejadian (Event Based Surveillance/EBS) dan Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons (SKDR).
Dinas Kesehatan provinsi dan kabupaten/kota segera melapor dalam waktu kurang dari 24 jam ke PHEOC Ditjen P2P, lalu berkoordinasi dengan instansi yang membidangi fungsi kesehatan hewan setempat.
Sebagai bentuk kewaspadaan di pintu negara, Maxi juga menginstruksikan Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) untuk meningkatkan pengawasan terhadap pelaku perjalanan dalam negeri dan luar negeri di pelabuhan, bandar udara dan pos lintas batas darat negara. Melakukan pemeriksaan dan penanganan kasus jika ditemukan perilaku perjalanan yang memiliki gejala ILI sesuai pedoman yang berlaku. Melakukan sosialisasi dan koordinasi dengan seluruh lintas sektor yang berada di wilayah kerja KKP.
“Semua kita siagakan,” ujar Maxi.
Kepada masyarakat, Maxi juga menghimbau masyarakat agar selalu melakukan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), melaporkan kepada Dinas Peternakan apabila ada kematian unggas secara mendadak dan dalam jumlah yang banyak di lingkungannya, segera ke fasilitas kesehatan apabila mengalami gejala flu burung dan ada riwayat kontak dengan faktor risiko.