Menanti Multiplier Effect Hadirnya KEK terhadap PAD Kabupaten Subang
- Istimewa
Purwasuka – Hadirnya kawasan industri baru di Kabupaten Subang membawa angin segar bagi pembangunan ekonomi nasional dan daerah.
Kabupaten Subang kini menjadi magnet baru bagi pengembangan industri di tanah air, terutama di kawasan Rebana.
Setelah sebelumnya memiliki Proyek Strategis Nasional (PSN) seperti Bendungan Sadawarna dan Pelabuhan Patimban, kini pembangunan berlanjut dengan pembuatan jalan tol yang menghubungkan kawasan industri tersebut dengan Tol Trans Jawa serta akses langsung ke Pelabuhan Patimban.
Pemerintah Pusat, melalui Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), pada 24 September 2024 telah menetapkan dua KEK baru di Kabupaten Subang, yakni KEK Patimban dan KEK Subang (Subang Smartpolitan).
KEK Patimban dirancang sebagai kawasan manufaktur yang diusulkan oleh PT Wahana Mitra Semesta, dengan kegiatan usaha meliputi pengolahan hilirisasi petrokimia, produksi baterai EV, semikonduktor, serta pengembangan energi.
Sementara itu, KEK Subang yang berlokasi di Kecamatan Cipeundeuy akan berfokus pada perakitan mobil listrik, logistik, dan distribusi. PT BYD Auto Indonesia, perusahaan yang bergerak di bidang mobil listrik, telah ditetapkan sebagai anchor investor di KEK Subang tersebut.
Seperti dua sisi mata uang, pengembangan kawasan industri tentu memiliki dampak positif maupun negatif bagi daerah dan masyarakat sekitar.
Dari sisi positif, kawasan industri dapat meningkatkan investasi, menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat, mengembangkan infrastruktur, serta memperkuat ekonomi lokal, yang akhirnya berdampak pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Namun, di sisi lain, tantangan besar juga muncul, seperti ketimpangan teknologi dengan kesejahteraan masyarakat, serta potensi kerusakan lingkungan dan masalah sosial. Oleh karena itu, seluruh pemangku kepentingan harus mengantisipasi tantangan ini agar manfaat positifnya lebih dominan dibandingkan dampak negatifnya.
Dalam konteks pembangunan ekonomi nasional dan daerah, sektor industri memiliki peran penting dalam pertumbuhan ekonomi, baik dari segi kontribusinya terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) maupun dalam mendorong investasi yang berdampak pada peningkatan PAD.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa keberadaan kawasan industri di suatu daerah memiliki korelasi signifikan dengan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan daerah.
Investasi di sektor industri telah terbukti meningkatkan pendapatan fiskal daerah, sebagaimana dikemukakan dalam penelitian Safitri (2018) serta M. Anwar dkk (2007).
Sementara itu, penelitian Hertanto & Sriyana (2011) menemukan bahwa jumlah industri dan PDRB berpengaruh signifikan terhadap pendapatan primer daerah.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Subang, sektor perdagangan dan industri merupakan penyumbang terbesar kedua dan ketiga terhadap PDRB tahun 2023, masing-masing sebesar 13,71% dan 12,96%, setelah sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan.
Walaupun bukan sektor utama, industri dan perdagangan tetap menjadi penggerak utama dalam peningkatan PAD, sebagaimana yang telah terjadi di daerah industri lain seperti Bekasi dan Karawang, di mana rasio PAD mereka hampir mencapai setengah dari total APBD.
Seiring dengan pertumbuhan sektor industri di Kabupaten Subang dalam beberapa tahun terakhir, dampaknya terhadap PAD cukup signifikan.
Data dari Bapenda Subang menunjukkan bahwa PAD meningkat dari Rp461,45 miliar pada tahun 2020 menjadi Rp717,82 miliar pada tahun 2024.
Pengembangan kawasan industri di tengah masyarakat diharapkan dapat menjadi jembatan menuju perubahan yang lebih baik.
Kehadiran kawasan industri ini dapat menciptakan efek ganda (multiplier effect) yang mendorong peningkatan taraf hidup masyarakat melalui penyediaan lapangan kerja, peningkatan PAD, serta peningkatan kesejahteraan ekonomi.
Namun demikian, keseimbangan harus tetap dijaga, terutama dalam mempertahankan kawasan hijau demi kelestarian lingkungan dan ketahanan pangan nasional.
Multiplier effect dalam ekonomi mengacu pada dampak berlipat ganda yang ditimbulkan dari suatu aktivitas ekonomi tertentu.
Menurut Ismayanti (2010), multiplier effect adalah proses di mana perubahan dalam pengeluaran akan berdampak lebih besar terhadap pendapatan nasional.
Dalam konteks KEK di Subang, multiplier effect ini akan tercermin dalam perputaran ekonomi yang semakin luas. Sebagai contoh, ketika perusahaan atau pabrik baru dibangun, industri konstruksi akan memperoleh keuntungan, yang kemudian mengalir ke pekerja mereka.
Para pekerja ini akan membelanjakan gajinya untuk kebutuhan sehari-hari, yang pada gilirannya meningkatkan pendapatan pemilik usaha lainnya. Siklus ekonomi ini akan terus berlanjut dan memperkuat pertumbuhan ekonomi daerah.
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) juga membuka peluang bagi pemerintah daerah untuk memperoleh sumber pendapatan baru. Seiring dengan pertumbuhan kawasan industri, berbagai jenis pajak dan retribusi daerah dapat meningkat, seperti pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2), Pajak Air Tanah, Pajak Reklame, Pajak Jasa Tenaga Listrik, serta Pajak Kendaraan Bermotor (PKB).
Selain itu, retribusi dari izin mendirikan bangunan, pengelolaan limbah, parkir, serta izin tenaga kerja asing juga berpotensi meningkat.
Selain dampak fiskal, KEK diharapkan dapat mendorong pertumbuhan kawasan bisnis dan jasa penunjang di sekitar lokasi industri, seperti perumahan, kos-kosan, perhotelan, hiburan, dan tempat wisata.
Hal ini akan meningkatkan nilai properti dan berkontribusi terhadap kenaikan NJOP tanah serta pajak-pajak terkait lainnya. Dengan semakin berkembangnya kawasan industri dan sektor-sektor penunjangnya, perputaran uang di masyarakat akan semakin meningkat, yang pada akhirnya berkontribusi terhadap PAD.
Kehadiran dua KEK di Kabupaten Subang juga berpotensi menciptakan sekitar 200.000 lapangan kerja baru pada tahap konstruksi hingga produksi, dari pekerja pabrik hingga tenaga profesional.
Selain itu, kawasan industri biasanya juga mendorong pertumbuhan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang menyediakan berbagai kebutuhan industri, seperti katering, transportasi, dan jasa lainnya. UMKM ini tidak hanya membuka peluang usaha baru bagi masyarakat, tetapi juga berkontribusi terhadap pajak dan retribusi daerah.
Pemerintah daerah juga memiliki peluang untuk meningkatkan pendapatan melalui penguatan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang bisa bermitra dengan pengelola KEK.
Kerja sama strategis dapat dilakukan dalam bentuk pengelolaan air bersih, pengolahan limbah, penyediaan listrik, serta pengelolaan infrastruktur pendukung lainnya.
Direktur Utama Perumda Tirta Rangga Subang, Lukman Nurhakim, mengungkapkan bahwa BUMD tersebut optimis dapat menjadi mitra utama dalam pendistribusian air bersih di KEK Patimban.
Sementara itu, PT Subang Sejahtera telah menjalin komunikasi dengan pengelola KEK untuk berbagai proyek strategis, termasuk pemadatan tanah dan pembangunan flyover exit Tol Patimban.
Meskipun potensi peningkatan PAD dari dua KEK ini sangat besar, pemerintah daerah tetap harus bersabar menanti hasilnya, karena pembangunan akan berjalan secara bertahap.
Pada awalnya, pelaku usaha di KEK akan mendapatkan berbagai insentif, seperti keringanan pajak dan kemudahan perizinan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang KEK serta Peraturan Daerah Subang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kemudahan Investasi.
Namun demikian, keberhasilan pengelolaan KEK tidak hanya bergantung pada regulasi, tetapi juga kesiapan pemerintah daerah dalam menyiapkan SDM yang kompetitif, memperbaiki akses infrastruktur, serta memperkuat koordinasi antara pemerintah, investor, dan masyarakat.
Dengan perencanaan yang matang dan kebijakan yang tepat, KEK Subang Smartpolitan dan KEK Patimban diharapkan dapat menjadi motor penggerak pembangunan ekonomi yang berkelanjutan di Kabupaten Subang.