Teks Khutbah Jumat: Ramadhan Kesempatan Menyucikan Diri
- info.metrokota.go.id
Abu al-Husain Ali bin Khalaf bin Abd al-Malik, atau lebih dikenal dengan Ibnu Baththal, saat memberikan penjelasan (syarh) atas kitab Sahih al-Bukhari, memberikan ulasan bahwa “ghufira lahu ma taqaddama min dzanbihi” merupakan kalimat umum yang diharapkan supaya seseorang mendapatkan ampunan atas seluruh dosanya, baik kecil maupun besar (Syarh Sahih al-Bukhari li Ibn Baththal, juz 04 hal.149).
Mungkin saja kita kerap mendengar bahkan mengetahui sebelumnya akan pemahaman ini dari berbagai sumber, namun penting saya kira kembali disampaikan pada kesempatan yang baik ini. Harapannya, kita semua bisa mengindahkan dan memanfaatkan betul akan keutamaan dan keistimewaan bulan Ramadhan yang sudah disediakan untuk kita.
Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah
Lalu apa yang bisa kita lakukan untuk meraih ampunan Allah swt di bulan Ramadhan ini? Menjawab pertanyaan ini, mari kita pahami terkait redaksi îmânan (keimanan) dan iḫtisâban (berharap pahala dari Allah) yang ada pada hadits di atas.
Abu al-Fadl Ahmad bin Ali bin Hajar, atau lebih dikenal dengan Ibnu Hajar al-Asqalani, menjelaskan bahwa status dua kata tersebut bisa menjadi maf’ûl lah atau tamyîz, atau ḫâl di mana bentuk masdar tersebut bermakna isim fâil/pelaku (Fathul Bari Sarh Sahih al-Bukhari li Ibn Hajar, juz 4, h.115). Jika mengikuti struktur yang terakhir, maka orang yang berpuasa di bulan Ramadhan, dan mendapatkan maghfirah Allah, haruslah berstatus mukmin (orang yang beriman) dan muḫtasib (orang yang berharap pahala dari Allah).
Kedua pesan penting ini perlu untuk selalu diselaraskan dan direfleksikan kembali pada tiap rutinitas amal ibadah kita, terutama terkait dengan puasa di Bulan Ramadhan ini. Diksi îmânan (keimanan), memberikan pesan penting bahwa fondasi ibadah puasa ini dilandasi dengan keimanan.
Diksi kedua adalah ihtisaban. Makna yang sering disampaikan dan diterjemahkan, bahwa ihtisaban adalah thalab al-thawâb min Allah, mencari pahala dari Allah. Ibnu Hajar al-Asqalani (Fathul Bari Sarh Sahih al-Bukhari li Ibn Hajar, juz 4, h.115), selain menukil makna tersebut, juga menyajikan pendapat al-Khaththâbi, bahwa iḫtisâban adalah: